Well,
maksud saya dalam hal ini sebenarnya bukan tentang kerikil yang sedang menyiksa
kaki saya, tapi kerikil dalam artian permasalahan yang saya rasakan dalam
menjalani hidup ini?
Mengapa
harus ada kerikil tajam?
Beberapa
hal yang perlu saya tanyakan didiri saya dan kepada beberapa sahabat saya.
Sayangnya, saya tidak mendapat jawaban apa-apa. Seperti pada umumnya, hanya ada
kalimat “Tuhan tahu apa yang kamu rasakan, Dia mempunyai maksud membiarkanmu
merasakan dan menginjak kerikil ini”. Saya menerima kalimat ini tetapi saya
tidak menganggap ini sebuah jawaban, toh tidak mengubah pikiran dan memberi
jalan keluar bagi saya. Saya masih tetap sedih dan meneteskan air mata.
Beberapa
waktu yang saya lalui dengan kerikil tajam yang saya injak ini, saya mencoba
menemukan alas kaki yang paling tebal agar tidak merasakan sakit akibat dari
kerikil tajam ini, tetapi saya tidak mendapatkannya. Sampai akhirnya, seseorang
mengingatkan saya meskipun sebenarnya saya sudah bahkan selalu melakukan hal
yang sama seperti yang seseorang ini sarankan. Dengan mendekatkan diri kepada
sang pencipta dalam doa dan membaca kebenaran Firman-Nya. Tetapi ada yang
berbeda, saya mungkin selama ini melakukannya tidak dengan sungguh-sungguh.
Saya melakukannya dengan berat hati, dan hanya membenarkan diri saja. Bukan
meminta Tuhan untuk menolong dan mengajarkan ketetapan-Nya dalam hidup saya.
Saya,
mengambil komitmen (okay, ini bukan masalah yang mudah, saya harus memulai
semuanya dari awal), saat saya memulai doa saya, saya yang dulu langsung
menangis dan menyalahkan keadaan, kini harus memulai dengan ucapan syukur. Saya
yang dulu saat doa selalu bertanya mengapa? Kini dengan mengucapkan kata-kata
“ajarkanlah saya ketetapan-Mu”, saya yang dulu saat doa dengan mendikte yang
Maha kuasa, seolah-olah saya yang tahu semuanya, kini harus tunduk kepada-Nya
dengan berkata “Kehendak-Mulah yang terjadi”.
Untuk
mengubah semuanya ini, bagi saya sulit. Saya harus sepenuhnya menundukkan
keakuan saya dihadapan-Nya. menundukkan kemahatahuan saya (yang sesungguhnya
saya tidak tahu apa-apa), dan harus bungkam ketika saya menyadari bahwa Dialah
yang berkuasa atas hidup saya dan semesta ini.
Puji
Tuhan, berjalannya waktu, saya menemukan diri saya. Saya sebenarnya adalah anak
yang dikasihi-Nya. Saat itu dan sampai sekarang, kebenaran-Nya itu menguatkan
saya. Begini “Karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Ny, dan Ia menyesah
orang yang diakui-Nya sebagai anak” (Ibrani 12:6). Saya sadar, saya mulai
berbesar hati dengan semua kerikil tajam yang saya injak selama ini, yang
menyakiti saya. Tuhan mengasihi saya dan Tuhan sedang mendidik saya dan
memperingatkan saya menjalani hidup saya. Dan itu benar, saya membayangkan jika
Tuhan tidak membiarkan saya menginjak kerikil tajam ini, saya mungkin tidak
akan pernah bisa membantu orang lain untuk memperingatkan dan menyadarkan
mereka dengan jalan yang mereka sedang injak. Atau mungkin saya akan terlalu
nyaman dengan jalan saya yang akhirnya saya akan terus melangkah namun dengan
arah yang salah.
Tuhan
sedang membuat saya bertekun dalam iman,
bukan karena kemauan saya. Namun, karena kuasanya yang mengubah saya,
hati saya, pikiran saya, dan semuanya yang salah didalam diri saya. Dia membuat
saya agar tidak lupa bersyukur, berdoa, dan merenungkan kebenaran Firman-Nya
dalam hidup saya.
Saya,
tidak tahu seberapa sakitnya anda dan saya sekarang disakiti oleh kerikil tajam
di hidup ini, tetapi yang pasti Tuhan sangat mengasihi anda dan saya. Dia sedang
mempersiapkan anda dan saya untuk sesuatu yang besar, entah itu diatas bumi
atau didalam surga. Amin
Tuhan
yesus memberkati
Jangan
lupa bersyukur dan berbahagialah